Friday, June 12, 2015

REVIEW FILM: THE WEDDING RINGER (2015)

Durasi: 101 menit
Skor IMDb: 6.7/10

The Wedding Ringer merupakan film yang sebenar-benarnya film komedi. Tidak perlu pertimbangan rating yang bagus untuk menilai sebuah film komedi. Film komedi yang sebenar-benarnya film komedi ialah film yang mampu membawa para penontonnya tertawa lepas tanpa harus berkerut-kerut terlebih dahulu. Dan inilah yang mampu disampaikan oleh The Wedding Ringer.

Film ini berkisah tentang Doug Harris yang akan segera menikah. Dilihat dari sisi manapun, sang calon mempelai wanita memang jauh di luar jangkauan Doug melihat fisik Doug yang merefleksikan seorang loser. Meskipun secara fisik mengenaskan, akan tetapi Doug sejatinya ialah orang yang baik, memiliki masa depan cerah dan pekerja keras. Namun tidak bisa dipungkiri bahwa Doug bukanlah tipe lelaki yang dengan mudahnya menggaet wanita, bahkan untuk sekedar diajak bicara wanita pun merupakan sesuatu hal yang sulit. Waktu berjalan terus hingga akhirnya ia bertemu dengan Gretchen yang pada akhirnya akan segera ia nikahi. Doug pun merasa sangat beruntung telah menemukan pujaan hatinya dan ia tidak ingin mengecewakan Gretchen sedikitpun.

Kesengsaraan Doug pun dimulai. Semakin dekatnya tanggal pernikahan mereka berdua, Doug terus berbohong tentang sesuatu yang paling vital, pendamping mempelai pria. Doug bukan hanya tidak memiliki pendamping mempelai pria, ia tidak memiliki satu pun sahabat serta saudara yang cukup dekat untuk dimintai tolong menjadi pendampingnya. Tentu saja beberapa nama telah ia sebutkan ke perencana pernikahan sebagai pendamping akan tetapi nama-nama tersebut hanya karangan Doug belaka.

Waktu yang semakin mepet membuat Doug berpikir ulang. Ia akhirnya mendapatkan kontak seorang penyedia jasa pendamping mempelai pria, ialah Jimmy Callahan and Best Man, Inc. penyedia jasa tersebut. Jimmy sudah menjalani bisnis tersebut selama beberapa tahun dan bisnis ini cukup menjanjikan mengingat banyak pria lain yang juga kesulitan dengan masalah ini.

Doug yang tidak memiliki satu pun pendamping pria memaksa Jimmy mengeluarkan jurus termutakhirnya yang bernama paket ‘Golden Tux’. Dengan biaya 50.000 USD, Jimmy akan mengumpulkan beberapa rekannya untuk berperan sebagai pendamping Doug. Setiap orang yang diajak proyek ini pun menjalani beberapa persiapan dan pelatihan super demi kesuksesan pernikahan Doug.

Akan seperti apakan usaha Doug meyakinkan Gretchen? Sukseskah ‘Golden Tux’ milik Jimmy? Inilah rekomendasi film komedi lain dari saya.

Thursday, June 11, 2015

REVIEW FILM: MCFARLAND, USA (2015)

Durasi: 129 menit
Skor IMDb: 7.5/10

Genre drama olahraga merupakan salah satu genre andalan di dunia perfilman Hollywood. Mayoritas dari film bergenre tersebut banyak mengangkat kisah nyata sehingga terjalin kedekatan antara masyarakat local dengan film yang diangkat. Hal ini akan menjadi sebuah boomerang untuk penonton luar negeri. Perbedaan kultur dan juga olahraga favorit akan menjadi penghambat film bertema olahraga untuk dipasarkan ke luar negeri. Lihat saja daftar rilisan film yang tayang maupun akan tayang di bioskop Indonesia, hampir dapat dipastikan tidak ada tertera film olahraga pada daftar tersebut. Contoh lain adalah pada daftar film box office, akan sangat sulit bagi film olahraga untuk menyeruak ke dalam daftar film box office dikarenakan pemasaran yang terbatas di Amerika Serikat. Tren film olahraga sebenarnya tidak terlalu bagus dikarenakan formula yang dipakai terlalu mudah ditebak. Membangun sesuatu dari ketiadaan, inti dari semua film olahraga adalah seperti itu. Dibutuhkan suatu nilai lebih daripada benang merah ‘ketiadaan menjadi ada’ tersebut.

McFarland merupakan film yang juga mengangkat tema drama olahraga. McFarland sendiri merupakan nama kota di Amerika Serikat sana di mana tingkat kesejahteraannya termasuk salah satu yang paling terbelakang. Penggunaan titel USA di belakang McFarland pada judul film merupakan salah satu cara rumah produksi untuk menekankan bahwa McFarland masih merupakan bagian dari Amerika Serikat meskipun mayoritas penduduknya merupakan imigran maupun keturunan dari Meksiko. Latar belakang inilah yang menjadi pembeda film ini dengan film drama olahraga lainnya. Hal lain yang akan membedakan film ini dengan film lain ialah bidang olahraga yang diangkat sebagai inti cerita.

Film ini diawali dengan adegan yang tidak biasanya terjadi di film olahraga manapun. Seorang pelatih sedang memberikan arahan di saat jeda pertandingan dan kemudian pelatih tersebut naik pitam dan melukai anak asuhnya. Pelatih tersebut ialah Jim White (Kevin Costner), dan dapat diprediksi akhirnya Jim dipecat dari pekerjaannya. Catatan kerjanya yang tidak bagus dan kerap bermasalah membuat Jim kesulitan mendapat pekerjaan di tempat lain. Satu-satunya pilihan ialah melatih di kota kecil McFarland. Sepintas dari namanya kita akan berpikir bahwa kota ini seperti kebanyakan kota lain di Amerika, kenyataan tidak berkata demikian, kota ini justru didominasi penduduk keturunan Latin. Jim pada awalnya cukup khawatir dengan keadaan McFarland yang sepertinya rawan kejahatan, bahkan sekolah pun berseberangan langsung dengan penjara, akan tetapi Jim berusaha berpikir positif sembari menyesuaikan diri dengan lingkungan McFarland.

Jim yang dasarnya adalah pelatih rugbi melihat potensi lain yang dimiliki oleh sebagian besar anak didiknya. Didesak oleh kebutuhan ekonomi yang menghimpit maka mayoritas anak didik Jim bekerja di ladang sebelum dan setelah sekolah usai. Kesibukan tersebut memaksa mayoritas siswa di McFarland untuk berangkat sekolah dengan bermodalkan lari. Hal ini perlahan disadari Jim sebagai potensi McFarland dan di kemudian hari ia pun membentuk tim lari lintas alam. Tim ini terdiri atas Thomas (Carlos Pratts), tiga Diaz bersaudara (Michael Aguero, Rafael Martinez, Ramiro Rodriguez) dan beberapa anggota lain yang kesemuanya memiliki potensi tapi minim muara untuk mengembangkan diri. Selain cerita tentang perjuangan tim lari lintas alam, film ini juga terbangun atas kisah keluarga Jim beradaptasi dengan lingkungan McFarland serta kisah lain tentang paradigm orang-orang kampung yang belum pernah melihat dunia. 

Film McFarland USA merupakan film yang lumayan. Formula film olahraga cenderung akan memudahkan penonton menebak akhir dari kisah tim lari lintas alam McFarland. Terdapat hal lain yang menjadi keunggulan film ini, ialah latar dari semua kejadian McFarland. Kemampuan sang sutradara dalam mengabadikan film ini dan mengambil sudut pandang menjadi salah satu keunggulan dari film ini. McFarland USA akan menjadi film yang jauh lebih menarik lagi apabila mengangkat kisah ini berdasarkan sudut pandang para anak didik Jim yang hidupnya jauh lebih rumit dibandingkan hidup Jim sendiri. Secara keseluruhan film ini layak ditonton bersama keluarga dan mampu menyampaikan pesan begi para penikmatnya.

Thursday, May 28, 2015

REVIEW FILM: CRAZY WAITING (2008)

Durasi: 108 menit
Skor IMDb: 6.4/10

Film yang bakal gue review kali ini ialah film yang udah cukup lama sih, 2008 lalu keluanya. Film Korea Selatan, Crazy Waiting yang bercerita tentang pemuda Korea Selatan dan problematika yang harus mereka hadapi selama mereka mengikuti wajib militer.

Empat pemuda Korea harus menjalani wajib militer selama dua tahun, sebagaimana layaknya para pemuda lain seumuran mereka. Selain harus berpisah dengan teman dan keluarga, mereka pun harus percaya bahwa pacar mereka akan setia menunggu selama 24 bulan itu. Ternyata menunggu selama 24 bulan bukan hal yang mudah bagi Eun-suk dan Jin-ah, Eun-suk adalah pemuda pertama. Teman dekat Eun-suk, Ki-seong yang seharusnya menjaga Jin-ah, justru menaruh hati pada Jin-ah dan lama kelamaan perasaan Jin-ah pun berubah meskipun Jin-ah belum menyadarinya. Pemuda kedua ialah Won-jae yang memiliki pacar seorang terapis, Hyo-jung yang umurnya lebih tua beberapa tahun darinya. Won-jae dan Hyo-jung belum sempat melanjutkan hubungan keduanya ke jenjang selanjutnya sebelum Won-jae pergi wajib militer. Pemuda ketiga ialah Huh-wook, pacarnya ialah Bi-ang yang justru segera mencari lelaki baru setelah Huh-wook berangkat wajib militer. Pemuda terakhir adalah Min-chul, seorang gitaris yang telah lebih dulu jatuh cinta pada vokalis bandnya. Setelah ia menjalani wajib militer baru ia menyadari bahwa ada orang yang menyimpan rasa padanya tidak lain ialah sang keyboardist, Bo-ram. Akan seperti apakah kelanjutan keempat kisah ini?

Film ini mencoba mencari tema yang jarang diangkat di Korea Selatan sono, tentang wajib militer yang harus dijalani para pemuda Korea Selatan. Bukan hanya harus berpisah dengan keluarga, namun mereka pun harus berpisah dengan pacar mereka. Film ini mencoba menceritakan problematika tersebt namun delivery-nya cenderung melompat-lompat sehingga penonton pun tidak bisa menyatu dengan film ini.

Wednesday, May 13, 2015

REVIEW FILM: THE SCENT (2012)

Durasi: 117 menit
Skor IMDb: 5.9/10

Kali ini ane bakal nyoba ngebahas film Korea yang udah lumayan lama sih rilisnya, 2012 lalu, film ini berjudul The Scent. Ane tertarik nonton film satu ini soalnya ada Lee Kwang-Soo, sosok yang begitu sentral dan naik popularitasnya tidak lain tidak bukan karena 'Running Man', variety show di Korea sono. Film ini bergenre crime thriller semi erotis gitu kalo menurut ane. Jadi di sini Kwang-Soo berperan sebagai Poong, orang aneh yang bekerja sebagai asisten di konsultan perselingkuhan, Poong mengasisteni detektif Kang yang diperankan oleh Park Hee-Soon.

Dari awal film kita sudah dibumbui dengan adegan yang tidak layak untuk ditonton anak di bawah 18 tahun, ketika suara kejadian perselingkuhan diperdengarkan dan di situlah perkenalan penonton dengan detektif Kang serta asistennya, Poong. Perlahan mulai terungkap bahwa detektif Kang memiliki background sebagai polisi dan ia menjalani profesi sebagai konsultan perselingkuhan karena sedang diistirahatkan oleh kepolisian. Entah ada hubungannya dengan pengistirahatan sementara detektif Kang dari kepolisian, ternyata istri Kang merupakan atasan Kang di kepolisian dan kehidupan rumah tangga keduanya pun buruk karena kecurigaan istri Kang akan investigasi-investigasi perselingkuhan yang dilakukan detektif Kang.

Hari-hari terakhir sebelum diaktifkan kembali status detektif Kang sebagai polisi, detektif Kang didatangi seorang wanita muda bernama Kim Soo-Jin yang meminta detektif Kang menyelidiki suaminya (Nam Young-Gil) yang ia curigai berselingkuh dengan wanita lain. Di tengah investigasi, tiba-tiba Kim Soo Jin mencoba merayu detektif Kang, dan tanpa sadar detektif Kang terbangun di samping tubuh Kim Soo-Jin yang tak bernyawa. Detektif Kang yang kebingungan pun mencoba masuk ke kamar sebelah (kamar suami Kim Soo-Jin yang sedang selingkuh) dan mendapati bahwa Nam Young-Gil juga sudah tak bernyawa. Masalah bertambah rumit ketika ternyata orang yang ada di kamar Nam Young-Gil ialah istri Nam Young-Gil yang sah, dan bernama Kim Soo-Jin pula. Sadar bahwa keadaan ini akan memojokkan dirinya, detektif Kang pun mencoba merekayasa TKP dan meyakinkan Kim Soo-Jin yang masih hidup untuk mengikuti perintahnya. Dengan bantuan Poong, detektif Kang membuang semua barang bukti dan mengubur jenazah keduanya.

Ketidakberuntungan kian menaungi detektif Kang, di hari ia kembali ke kepolisian justru Kim Soo-Jin yang semakin gelisah melaporkan kabar hilangnya sang suami ke pihak kepolisian. Investigasi kepolisian pun dimulai. Perlahan mulai terkuak fakta-fakta di balik hilangnya Nam Young-Gil. Seiring dengan investigasi yang kian intens, keamanan Kim Soo-Jin pun kian terdesak. Dengan dalih untuk mengamankan saksi, detektif Kang pun kian lama justru semakin dekat dengan Kim Soo-Jin. Bagaimana kah ujung dari kisah pembunuhan ini? Akankah detektif Kang mampu lepas dari tuduhan yang menimpanya? Bagaimana pula kehidupan rumah tangga detektif Kang setelah Kim Soo-Jin hadir di hidupnya?

Buat kalian yang seneng film crime thriller Korea semacam Midnight FM, Blind, dsb. film ini mungkin gak sebagus dua film tersebut tapi lumayan lah buat bahan tontonan. Selain itu buat kalian yang demen nonton film Korea yang agak seronok, ini film juga ada plus nya kok, mbaknya cakep lagi. Jadi dengan nonton film ini dapet serunya dapet tegangnya juga, hahaha. So, selamat menonton...

Monday, May 11, 2015

REVIEW FILM: THE COBBLER (2014)

Durasi: 99 Menit
Skor IMDb: 5.8/10

It's been a while. Setelah sesaat vakum, gue balik lagi dengan film komedi yang dibintangi Adam Sandler. Kayaknya udah cukup lama gue kagak nonton film Adam Sandler karena gue semata-mata liat film dari rating IMDB-nya. Dan kali ini gue coba mengabaikan rating untuk coba nonton film komedi yang less thinking-lah. Dan emang seharusnya rating itu bukan segalanya men, kalo emang lu suka komedi, tonton aja, yah lumayan lah..

Jadi film ini menceritakan seorang tukang sol sepatu, kalo pinter bahasa Inggris mah udah paham baru baca judulnya doang (The Cobbler = tukang sol sepatu). Entah kenapa kalo di Amrik sono tukang sol sepatu punya titel atau panggilan yang keren yah, hehee. Adam Sandler di film ini berperan sebagai sang Cobbler bernama Max Simkin di mana doi mewarisi usaha sol sepatu ini dari leluhurnya. Bayangin aja, doi udah generasi keempat yang buka usaha sol sepatu, keren abis (biasa aja sih). Karena usaha yang gitu-gitu aja, Max serasa udah mau nyerah dan pengin beranjak dari usaha satu ini. Doi ngiri kali ya sama tetangganya yang punya mobil keren, sopir pribadi ama pacar yang super sexy. Selain berkutat di kehidupan pribadi Max, film ini juga berusaha bercerita mengenai kegagalan Max dalam melakukan pendekatan terhadap wanita-wanita di sekelilingnya. Ia pun harus menjalani kehidupan bersama wanita satu-satunya di hidupnya yang tidak lain dan tidak bukan ialah ibunya sendiri. Kehidupan keluarga Simkin tampak complicated karena meskipun Max mewarisi usaha ayahnya, tetapi ayahnya tidak meninggalkan kesan yang baik untuk Max setelah sang ayah meninggalkan Max dan ibunya pergi entah ke mana.

Film ini juga sedikit nyerempet ke masalah sosial yang dekat dengan kehidupan masyarakat suburbs, daerah pemukiman yang akan diubah menjadi kota, kebijakan penguasa-penguasa yang jauh dari kata membela rakyat kecil, serta kriminalitas, dan krisis jati diri menjadi bumbu dari film The Cobbler ini. Adalah Carmen yang menjembatani kehidupan Max dengan segala pergolakan sosial yang terjadi di lingkungan tersebut. Carmen sendiri ialah seorang pekerja sosial yang vokal melawan kebijakan penggusuran lahan untuk dikembangkan sebagai daerah yang lebih mewah. Carmen inilah wanita lain yang tidak mampu didekati oleh Max meskipun maksud hati ingin, bahkan sekedar minta nomer telepon pun Max tak sanggup.

Kehidupan Max seketika berubah ketika tanpa sengaja ia menggunakan lagi mesin jahit milik ayahnya yang telah lama mangkrak di gudang bawah tanah. Ternyata semua sepatu yang dibedah solnya lalu dijahit dengan mesin jahit tersebut mampu mengubah Max menjadi sosok pemilik sepatu tersebut. Kehidupan Max yang lebih berwarna pun dimulai dari situ. Max bebas bertingkah sekenanya karena ia tampil dengan tubuh orang lain. Di tengah kesibukannya menjadi orang lain, tiba-tiba ia dihadapkan dengan kabar sedih lainnya, sehari setelah ibunya makan malam berdua dengan sang ayah (yang Max lakukan sendiri), ibu Max menghembuskan napas terakhirnya. Kehidupan yang semakin runyam membawa Max kepada masalah selanjutnya, ia terjebak di dalam tubuh seorang gangster yang coba membunuhnya. Masalah lain yang belum terselesaikan pula ialah perihal akan tergusurnya apartemen milik bapak tua sesepuh di daerah pemukiman Max. Dapatkah ia keluar dari berbagai permasalahan ini? Bagaimanakah nasib Max dengan wanita? Akankah ia mendapatkan Carmen? Lalu problematika terakhir yang harus terjawab ialah ke mana ayah Max pergi?

Sebuah film yang sarat akan pesan moral meskipun dibawakan dengan genre komedi. Rating yang rendah ternyata tidak membuat gue sebagai penikmat film kecewa dengan film ini, justru lebih mudah diikuti alurnya jika dibandingkan dengan film komedi rating tinggi yang justru lebih membutuhkan pemikiran dalam untuk mencerna hingga akhirnya kita sebagai penonton pun perlu berpikir ulang tujuan awal menonton film komedi itu apa? Film ini menggambarkan 'living in someone elses shoes' secara gamblang dan well done Mr Adam...

Tuesday, April 28, 2015

REVIEW FILM: THE FORGER (2014)

Durasi: 92 menit
Skor IMDb: 5.7/10

Film kedua yang akan gue review adalah film John Travolta yang berjudul The Forger. Siapa sih yang gak kenal John Travolta?? Bahkan namanya pun udah jadi judul album girl band Korea sono, T-ara. Sejumlah film-film brilian pernah dia bintangi, di antaranya ada Pulp Fiction, Saturday Night Fever, dll. Selain film-film brilian ada juga film-film flop yang dia bintangi pula. Nah kalo film yang satu ini bisa dibilang ada di tengah-tengahnya, gak bagus-bagus amat dan gak jelek-jelek banget lah. Di film ini John berperan sebagai Raymond Cutter seorang penipu (dilihat dari judulnya udah ketauan tuh maksudnya apa).

Di permulaan film kita langsung disuguhi adegan Raymond yang duduk di dalam penjara seakan sedang berintrospeksi memikirkan segala kesalahan yang telah ia perbuat selama ini. Setelah beberapa adegan berlalu ternyata Raymond masuk penjara karena pekerjaannya yang berupa pencuri serta pemalsu karya seni. Di kala masa tahanannya kurang 10 bulan lagi, tawaran 'pekerjaan' justru datang menghampirinya dengan iming-iming bebas lebih cepat. Orang yang menawari Raymond 'pekerjaan' ini ialah Kragen (Anson Mount), orang yang sama yang menyebabkan Raymond dipenjara. Tawaran Kragen tentu tidak mudah, Kragen meminta Raymond untuk melakukan 'pekerjaan' terakhir yaitu memalsukan lukisan Monet yang berjudul "The Promenade, Woman with a Parasol" lalu masuk ke museum dan menukarkan lukisan asli dengan yang palsu buatan Raymond. Keadaan semakin runyam karena agen DEA telah mengikuti gerak gerik Raymond.

Meskipun resiko yang menanti cukup besar, akan tetapi Raymond tetap mengiyakan tawaran Kragen karena ia ingin lebih cepat keluar dari penjara agar bisa bersama dengan anak sematawayangnya Will (Tye Sheridan). Lambat laun diketahui bahwa Will mengidap tumor otak yang sangat akut dan tidak bisa disembuhkan sehingga Raymond pun berusaha tetap ada di sisi Will agar dapat mengabulkan permintaan-permintaan Will. Dapatkah Raymond menyelesaikan 'pekerjaan' terakhirnya? Akankah Raymond dapat keluar tepat waktu untuk mendampingi anaknya??

Film ini berusaha memadukan dua jenis tema yaitu tema kriminal serta tema penguras air mata, akan tetapi eksekusinya kurang matang dikarenakan emosi yang terbangun tidak tersampaikan pada para penikmat serta originalitas yang minim. Dan pada akhirnya film ini hanya akan menjadi film John Travolta lain yang mudah dilupakan...

REVIEW FILM: THE LAZARUS EFFECT (2015)

Durasi: 83 menit
Skor IMDb: 5.2/10

Setelah lama menghilang dari peredaran, kini akhirnya gue kembali dengan film Hollywood lain bertema horror thriller yaitu The Lazarus Effect. Entah kenapa akhir-akhir ini gue jadi lebih sering mbahas film horror nih, ati2 ntar parno sendiri..hiii... Dari daftar cast sih cuma dikit bintang yang terkenal, malah kalo sepengetahuan gue cuman mbak Olivia Wilde doang tuh yang kece, yang lain kagak pernah denger dah namanye. Mbak Olivia Wilde di film ini berperan sebagai Zoe istri dari seorang ilmuwan bernama Frank (Mark Duplass).

Frank dan Zoe, bersama rekan-rekannya sesama ilmuwan muda mencoba meneliti tentang menghidupkan kembali makhluk hidup. Sekilas dari ide ceritanya akan mengingatkan kita pada film lain semacam Frankenstein, dsb. yang juga bercerita tentang menghidupkan kembali makhluk hidup yang telah mati. Sekelompok ilmuwan ini mencoba ide utama tadi dengan membuat semacam serum yang nantinya dapat mengembalikan fungsi otak yang sudah mati, sehingga nantinya mampu berguna baik untuk pasien koma maupun yang telah meninggal sekalipun.

Percobaan mereka pun berhasil ketika serum tersebut disuntikkan ke seekor anjing yang telah mati. Namun, lama kelamaan mereka menyadari bahwa apa yang dihidupkan kembali tidak lagi sama dengan anjing biasa. Situasi berubah runyam ketika sebuah perusahaan besar menutup penelitian mereka. Frank dan Zoe pun mencari cara agar hasil penelitian mereka tidak sia-sia begitu saja.

Situasi semakin pelik karena seperti yang terjadi pada anjing percobaan tadi, apa yang dibangkitkan dengan serum tersebut akan jauh berbeda dari kondisi sebelumnya. Bagaimana perjuangan ilmuwan-ilmuwan tersebut menghadapi makhluk-makhluk aneh ini? Akankah mereka semua selamat?

Seperti yang bisa dilihat dari rating IMDb, film yang berbudget rendah ini tampaknya tidak cukup memuaskan penontonnya. Situasi menegangkan hanya terjadi di paruh awal film, sedangkan di setengah akhir mulai mudah ditebak. Tapi buat yang pengen nonton mbak Olivia Wilde sih silakan ditonton, happy watching!!

Monday, January 19, 2015

REVIEW FILM: THE SWIMMERS (2014)

Durasi: 116 menit
Skor IMDb: 5.9/10

Baru sekarang gue sadari, ternyata film horror yang gue review baru sedikit. Berhubung gue bukan penggemar horror jadinya emang gue jarang-jarang sih nontonnya. Bukan gara-gara takut sih, kalo nontonnya aja berani, tapi after effect nya itu lho, jadi parno sendiri entar, hehe. Selain itu, kebanyakan film horror agak nggak logis aja sih, jadi semacam meniadakan logika gitu. Tapi baru-baru ini gue nonton film horror dari biangnya film horror, Thailand yang berjudul The Swimmer. Sebenernya gue udah sering ketemu ni film di warnet-warnet sih, tp baru kemarin sempet nonton, itupun gara-gara bareng-bareng nonton sama temen. Cast-nya gue kagak ada yang kenal, tapi pemeran ceweknya, Ice, cakep tuh, Mint juga cakep sih tapi agak tua gitu mukanya.

Jadi The Swimmer itu bercerita tentang romansa segitiga antara dua sahabat karib Perth dan Tan yang memperebutkan cinta Ice. Kenapa judulnya The Swimmer, karena  kisah ketiga insan manusia itu teradi di sebuah ekskul renang SMA di Thailand. Di awal film kita sudah dihadapkan pada adegan yang menegagkan ketika Perth flashback ke masa di mana ia dan Tan serta Ice bermain-main di kolam renang sekolah. Seketika suasana berubah gloomy dan adegan berpindah ke saat-saat Ice bunuh diri juga di kolam renang sekolah tersebut.

Seiring berjalannya waktu, alur film menceritakan kisah mereka bertiga. Ternyata Ice adalah pacar dari Tan, akan tetapi sejak dulu Perth pun telah menyukai Ice. Semacam kisah klise cinta monyet gitu deh. Sejak kematian Ice, Tan yang merupakan jawara renang di SMA tersebut memutuskan vakum untuk mencaritahu penyebab utama kejadian itu. Perth yang sejatinya masih di bawah Tan dalam hal renang pun kini menjelma menjadi yang teratas di SMA-nya. Selidik punya selidik (aduh bahasa apa ini), ternyata sebelum Ice bunuh diri, ia telah hamil terlebih dahulu. Maka Tan pun berusaha mencari tahu lelaki jalang yang telah menghamili pacarnya.

Perth yang tahu kebenaran sejati bunuh diri tersebut pun memilih bungkam dan menuduh orang lain pelakunya. Selagi berkelit, Perth juga mencoba menghapus semua bukti-bukti yang mengarah ke dia. Dalam tahap inilah, arwah Ice mulai menggentayangi kehidupan Perth. Di rumah Perth, di rumah Ice, di sekolah, di semua tempat selalu ada kejadian yang menegangkan. Momen paling menjijikkan (menakutkan?) adalah ketika Perth menyelinap ke rumah Ice dan menemukan ibunya Ice telah memutuskan mengakhiri hidupnya dengan gantung diri. Perlahan fakta-fakta terkuak seiring dengan kejelian analisis Tan dan pengakuan Mint, pacar Perth.

Akankah Tan mampu menguak penyebab kematian Ice sebenarnya? Bagaimana akhir dari kisah cinta segitiga anak SMA ini? Buat kalian yag senang film-film yang abai logika dan hanya menuntut adrenalin tinggi, film ini cocok buat kalian. Bisa dibilang gak ada pesan moral yang bisa diambil dari film ini (duh spoiler). Silakan download buat yang mau nonton. Selamat menyaksikan

Saturday, January 17, 2015

REVIEW FILM: TODAY'S LOVE/LOVE FORECAST (2015)

Release Date: 15 Januari 2015


Sebagai seorang Runners (Running Man fan) sudah pasti banyak yang bertanya-tanya kan tentang setiap bintang tamu di tiap episodenya. Nah, 2 minggu terakhir, minggu pertama dan kedua 2015 Running Man dihiasi oleh muka Lee Seung-gi dan Moon Chae-won, pastinya setiap bintang tamu ada maksud tersembunyi kan ya. Ternyata mereka berdua sedang promo film ini nih, Today's Love dan baru saja tayang di Korea sono 15 Januari yang lalu. Film ini jadi debut film layar lebar Lee Seung-gi setelah sebelumnya malang melintang di layar televisi Korea baik di drama maupun variety show. Film ini mengambil genre drama komedi, atau komedi romantis khas film Korea.

Walaupun banyak yang menantikan penampilan Lee Seung-gi tetapi film ini adalah panggung Moon Chae-won. Chae-won di film ini berperan sebagai Hyun-woo seorang pembawa ramalan cuaca yang memiliki kepribadian ketus dan emosian, sedangkan Seung-gi berperan sebagai Joo-soo, seorang guru SD yang putus asa dalam hal percintaan.

Film ini bercerita tentang dua sahabat yang lama kelamaan mulai tumbuh bibit cinta di antara keduanya. Perkembangan kisah cinta mereka berdua disampaikan dengan sangat runtut seperti lazimnya film Korea yang sangat pintar bertutur. Joon-soo dan Hyun-woo telah bersahabat sejak kecil. Meskipun sebenarnya mereka bukanlah saudara kandung, tetapi keduanya telah hidup satu rumah dikarenakan suatu hal yang terjadi pada Hyun-woo. Berbeda dengan Hyu-woo, Joon-soo sebenarnya telah menyimpan rasa tertarik sejak pertama kali bertemu Hyun-woo namun apalah daya hingga dewasa hubungan keduanya terbatas di friendzone saja.

Keduanya mencoba untuk melanjutkan kehidupan masing-masing. Joon-soo yang beralih dari Hyun-woo terjebak pada hubungan 3 bulanan, sedangkan Hyun-woo lebih parah lagi, ia jatuh hati pada seorang pria beristri dan pada akhirnya sama-sama kandas. Keduanya pun menghabiskan malam ditemani soju, dan mabuk bersama ~~~.

Akan seperti apa akhir kisah keduanya? Mungkin buat kalian yang punya temen tinggal di Korea bisa tuh tanya endingnya gimana, coz film ini kagak tayang di Indonesia sob, jadi selamat menunggu...

REVIEW FILM: AMERICAN SNIPER (2014)

Durasi: 132 menit
Skor IMDb: 7.6/10

Buat kalian para penggemar Clint Eastwood, opa yang satu ini kembali lagi dengan sebuah film biografi beraroma perang Timur Tengah, American Sniper. Film ini juga termasuk salah satu film terbaik 2014 versi Rolling Stone Magazine walau tanggal resmi perilisannya baru 2015. Film ini dibintangi Bradley Cooper sedangkan Clint Eastwood sendiri berperan di balik layar sebagai sutradara. Walaupun semua film Hollywood tentang perang Timur Tengah berbau propaganda politik dan cenderung terkesan pamer senjata, tapi mau bagaimanapun bakal tetep gue tonton lah, keren je.

Bradley Cooper berperan sebagai Chris Kyle, seorang sniper paling mematikan yang dimiliki Amerika Serikat. Film yang disadur dari buku otobiografi milik Chris Kyle ini diawali dengan adegan ketika Chris sedang mengintai di atap sebuah rumah di Fallujah. Ia membidikkan senapannya ke sorang ibu yang sedang menggendong anaknya yang terlihat seperti granat bagi para sniper. Suara dari radio memberikan perintah sepenuhnya pada Chris untuk memutuskan menembak atau membiarkan ibu itu berlalu. Di tengah kebingungan yang melanda, memori Chri pun melayang ke ingatan tentang masa kecilnya di Texas dan tentang ayahnya yang mengajari filosofi kehidupan. Flashback terus berlanjut dari saat-saat sebagai koboi rodeo hingga ke masa Chris memutuskan masuk masuk militer sebagai responnya terhadap serangan di kedubes Amerika tahun 1998. Karirnya kian menanjak dengan ia bergabung di SEAL.

Selain karirnya di militer, film ini juga menceritakan kisah cintanya dengan Taya (Siena Miller), wanita yang ia temui di bar di sela-sela rehatnya dari latihan militer. Namun sayangnya kisah cinta itu terbentur dengan kewajiban Chris sebagai seorang militer. Pasca 9/11 Chris ditugaskan terbang ke Irak meninggalkan istrinya dan fokus sepenuhnya untuk menyerang teroris yang mengacaukan negaranya. Tugas utama Chris tentu memberikan efek samping yang sangat besar. Ketika ia terbiasa menganggap target hanyalah sebatas target tanpa kandungan emosional di dalamnya, tentu akan memberikan beban psikologis pada kehidupan bermasyarakatnya kelak.

Mampukah Chris beradaptasi dengan kehidupan masyarakat? Bagaimana kehidupannya setelah lepas dari Irak? Mari bersabar menanti film ini rilis file-nya karena sepertinya gak edar di 21 tuh, Happy Waiting..

Friday, January 16, 2015

REVIEW FILM: THE WAVE (2008)

Durasi: 107 menit
Skor IMDb: 7.6/10

Buat nambah-nambah referensi dan sudut pandang akan skena film dunia (sok2an amat dah), gue coba nonton film Eropa yang ratingnya lumayan tinggi di IMDb, The Wave salah satunya. Film ini produksi dari Jerman, kayaknya ini film Jerman pertama yang gue tonton dan hasilnya not bad lah, ada sisi bagus dan sisi jeleknya. Secara umum seperi di kebanyakan film, kalo ada rebel pasti selalu diselingi cewek cakep, nah di sini juga gitu tuh, plotnya masih sama.

Film ini bercerita tentang kehidupan siswa SMA di Jerman dan pola pikir bangsa Jerman pasca NAZI, persatuan Jerman Barat dan Jerman Timur dan hal-hal berbau ideologis lainnya. Rainer Wenger adalah seorang guru di sebuah SMA di Jerman. Dari awal kita sudah digiring opini bahwa Rainer adalah seorang guru yang berbeda dibanding yang lain. Ketika yang lain mengenakan kemeja sebagai dress code mengajar, maka ia datang dengan kaos padahal bukan sesi olahraga. Ia diharuskan membuktikan kapasitas mengajarnya karena guru-guru lain tidak simpatik kepadanya dikarenakan ulah slengean-nya. 

Sistem pendidikan di Jermanyang berbeda dengan Indonesia tampak jelas pada film ini. Di tingkat SMA saja terdapat sebuah kelas pilihan bagi siswa yang tertarik akan suatu topik tertentu. Rainer yang mendapat tanggung jawab mengampu topik autokrasi, berusaha membuktikan kapasitasnya dengan cara ajar yang nyeleneh. Buat yang belum tau apa itu autokrasi cek sendiri di wikipedia yah. Jadi intinya di kelas autokrasi, Reiner justru mengembangkan paham fasis yang telah lama dihapuskan dari Jerman. Para siswa yang tadinya kurang ngeh dengan ideologi ini lama kelamaan mulai nyaman dan justru semakin larut dalam komunitas ini.The Wave, yang aslinya hanya nama kelas autokrasi berubah menjadi sebuah gerakan, yah semacam geng-geng anak SMA di Indonesia gitu lah. Seorang siswa yang sangat terdoktrin ajaran ini malah semakin bertindak ekstrim dengan membeli pistol, serta mengagung-agungkan Rainer. 

Rainer pun akhirnya sadar bahwa materi yang ia sampaikan telah terlalu jauh diimplementasikan para murid-muridnya. Akankah ia bisa mengembalikan keadaan seperti semula? Atau akankah The Wave bergerak menjadi poros politik baru? Film ini lumayan ringan dinikmati dan mungkin bisa jadi acuan temen-temen yang mempelajari ilmu politik. Politiknya dapet, dramanya dapet, thrillernya juga lumayan lah walau di akhir-akhir doang. Selamat menyaksikan... :)

REVIEW FILM: BOYHOOD (2014)

Durasi: 165 menit


Skor IMDb: 8.3/10

Boyhood, gue pertama kali denger film ini dari review beberapa majalah film yang ngerekomendasikan film ini sebagai film terbaik 2014. Tercata ada Rolling Stone yang memberikan kehormatan peringkat pertama film terbaik 2014 kepada Boyhood. Selain itu di beberapa situs juga banyak yang menyanjung film ini berkat konsep pengambilan gambarnya yang cukup unik dan memakan waktu yang banyak, 12 tahun lamanya film ini diproduksi, dari pemeran utamanya masih kecil 6 tahun hingga akhirnya beranjak dewasa, 18 tahun. Dengan dasar rekomendasi-rekomendasi itulah gue coba buat nonton nih film walaupun dari jajaean cast-nya yg gue kenal cuma Ethan Hawke yang berperan sebagai Mason, Sr.

Film ini berkisah tentang kehidupan Mason Jr. yang harus tumbuh besar di sebuah keluarga yang gagal (broken family). Sejak usia 6 tahun ia harus berpisah dengan ayahnya, Mason Sr. dan tinggal bersama dengan ibunya. Walau tinggal bersama ibunya, ia masih kerap bercengkerama dengan ayahnya yang setiap akhir pekan sering mengajak ia dan kakaknya, Samantha liburan bersama. Dari dialog-dialog dalam film ini ternyata alasan keduanya berpisah adalah karena Mason Sr. yang belum bisa mapan sementara ibunya berharap agar bisa melanjutkan pendidikannya.

Tahun semakin berganti dan sang ibu pun perlahan mulai meraih kemapanan kehidupan dengan tingkat pendidikan yang semakin membaik. Ia akhirnya mendapat pekerjaan sebagai dosen psikologi di suatu universitas. Nasib baik di karir ternyata tidak menular ke kisah rumah tangganya. Ketidakmujuran atau bisa dibilang kesalahan dalam memilih pasangan dari sang ibu membawa Mason dan Samantha bertemu dengan ayah-ayah pemabuk. Dua kali pernikahan ibunya gagal dengan latar belakang yang hampir sama, ayah pemabuk, ekonomi menghimpit lalu menjadi perlahan sikap otoriter lah ujungnya. Sementara di lain tempat, Mason Sr. kian mendapatka kehidupan yang mapan dan telah menemukan belahan jiwanya dan kini menjelma menjadi sosok ayah yang sangat didambakan oleh Samantha dan Mason Jr.

Kalo menurut gue sih nih film emang patut diapresiasi sih dari segi ide serta konsep pengambilan gambarnya. Salut buat sutradaranya yang sabar banget mengerjakan proyek ini, tropi Golden Globe dan nominasi Oscar pun menjadi buah atas jerih payah mereka. Ada sisi bagus pasti ada sisi buruknya dong, dari segi cerita sih biasa-biasa aja kalo menurut gue. Dari durasi yang hampir tiga jam dengan cerita dan tempo yang lambat kayaknya buat penonton yang kurang sabar bakalan ditinggalin dah film ginian. Tapi buat yang penasaran silakan ditonton dulu, kalo udah gak kuat langsung tinggal aja.. :p

Monday, January 12, 2015

REVIEW FILM: BIG EYES (2014)

Durasi: 106 menit
Skor IMDb: 7.1/10

Big Eyes, film yang rilis dalam rangka liburan natal dan tahun baru kemarin ini pertama kali gue ngeh gara-gara soundtrack-nya yang dinyanyiin Lana Del Rey. Di sebuah website rilisan lagu-lagu anyar gitu single soundtrack film Big Eyes ini dapet nilai yang lumayan bagus lah, 8 dari 10. Mulai dari situ gue coba-coba cari tahu tentang film ini, dan sepertinya kagak bakal tayang di Indonesia. Film ini dibintangi oleh mbak yang lagi naik daun, Amy Adams sebagai Margaret Keane dan Christoph Waltz sebagai Walter Keane. Film ini diangkat dari kisah nyata sepasang suami istri Margaret dan Walter Keane.

Film ini menempatkan kisah suami istri Walter dan Margaret Keane sebagai problematika utama. Keduanya hidup bersama dan tersohor sebagai pelukis ternama pada tahun 1960-an. Karya mereka yang menggambarkan anak-anak dengan raut muka sedih terwakilkan oleh mata yang lebar nan sendu. Gaya melukis ini menjadi hits pada zaman tersebut dan mereka berhasil menjual ribuan lukisan. Pada masa tersebut inilah yang populer disebut suburban art

Di tengah kegemilangan karya tersebut ternyata Walter berusaha memanfaatkan kenaifan istrinya. Semua karya ia jual dengan nama pelukis Keane sehingga orang-orang pun akan mengira bahwa pelukisnya ialah seorang lelaki. Dengan liciknya Walter memaksa istrinya melukis karya-karya tersebut dan mengedarkannya serta mengaku bahwa semua adalah hasil karya Walter sendiri. Dalam menyelesaikan lukisan-lukisan itu, Margaret dikurung bagaikan tahanan di rumahnya sendiri. Margaret pun merahasiakan hal tersebut bahkan dari anaknya sekalipun.

Setelah sekian lama menahan diri, akhirnya Margaret tidak tahan dan meminta cerai Walter. Walter yang tidak ingin pendapatannya berkurang pun berusaha menahan istrinya. Sesampainya di pengadilan, sang hakim meminta keduanya membuktikan siapa yang sebenarnya pelukis karya-karya 'Big Eyes' selama ini. Walter menolak membuktikan sedangkan Margaret dengan sukarela melukis karya tersebut dalam waktu yang kurang dari satu jam.

Akankah pasangan suami istri ini benar-benar berpisah? Bagaimana kehidupan Walter setelah persidangan ini? Jangan lupa tunggu kehadiran Big Eyes di situs-situs download film ilegal buat kalian yang menanti Amy Adams dengan perannya yang naif dan mudah terperdaya. Happy waiting...

Thursday, January 8, 2015

REVIEW FILM: TAKEN 3 (2015)

Durasi: 109 menit
Skor IMDb: 7.8/10

Liam Neeson merupakan sebuah anomali bagi film Hollywood (menurut gue). Bisa dibilang dari segi perawakannya, doi gak cocok buat main film action, apalagi jadi agen2 CIA atau FBI kayaknya kagak pas aja gitu. Tapi entah kenapa dibalik perawakannya itu, kalo doi main film action hampir semuanya bagus, coba aja tonton Taken, Taken 2, dan Non-Stop. Film Taken 3 ini kelanjutan dari serial sebelumnya, walaupun belum sempet gue review di blog ini, tapi bisa dibilang ini adalah film action berjilid yang paling gue tunggu-tunggu kelanjutannya.

Masih seperti dua edisi sebelumnya, Liam di film ini berperan sebagai Bryan Mills seorang pensiunan agen CIA yang kini hidup bersama anaknya, setelah ia bercerai dengan istrinya, Lenore (Famke Janssen). Di usianya yang udah menginjak 62 tahun, Liam tetap berperan sebagai seorang 'tough guy' pada diri Bryan Mills. Berkat latar belakangnya yang mantan CIA bisa ditebak sendiri lah kemampuan bela diri dan etika bertarungnya bakal sehebat apa. Prioritas utama dalam hidup Bryan adalah keselamatan anaknya, Kim (Maggie Grace) dan mantan istrinya, Lenore, maka ketika ada orang yang mengusik salah satu atau bahkan keduanya, maka Bryan tak akan segan-segan untuk menghadapi masalah tersebut seperti pada dua edisi Taken sebelumnya.

Pada edisi ketiga ini situasi lebih pelik dihadapkan pada Bryan. Bryan yang memilih untuk hidup tenang dengan anaknya, Kim dihadapkan pada mantan istrinya yang sedang memiliki masalah dengan suami barunya, Stuart (Dougray Scott). Pada suatu sore, Lenore ditemukan dalam keadaan tak bernyawa di rumah Bryan, fakta-fakta yang didapatkan kepolisian menyudutkan Bryan sebagai tersangka pembunuh mantan istrinya. Bryan pun diharuskan menuntaskan dua masalah sekaligus, menyingkap pembunuh istrinya yang sebenarnya serta menghindari kejaran polisi Los Angeles.

Mampukah bryan menghadapi ini semua? Akankah Bryan mampu membalaskan dendam terhadap pembunuh mantan istrinya? Buat kalian yang udah ngikutin Taken dari pertama, jangan terlalu berharap banyak akan cerita yang nyambung dari edisi terdahulu, karena film ini gak ada sangkut pautnya dari yang kemarin-kemarin, walau di IMDb dapet rating bagus, tapi nyatanya dari situs film lain banyak yang ngasih review miring. Tapi tonton aja dulu dah, keren kayaknya..

Wednesday, January 7, 2015

REVIEW FILM: ZULU (2013)

Durasi: 110 menit
Skor IMDb: 6.7/10

Film Bahasa Inggris buatan Prancis ini memajang deretan artis kenamaan yang biasa malang melintang di film-film Hollywood. Di antaranya ada Forest Whitaker dan Orlando Bloom. Forest Whitaker di film ini memerankan Ali Sokhela, seorang polisi dengan pangkat kapten di unit kriminal kepolisian Afrika Selatan. Orlando Bloom memerankan Brian Epkeen, seorang detektif sekaligus ayah dan suami yang gagal.

Film ini menceritakan Afrika Selatan setelah hilangnya politik Apartheid. Dalam film ini dikisahkan Afrika Selatan sebagai pusat dari merebaknya narkoba jenis baru yang dinamakan tik. Selain membuat kecanduan, ternyata narkoba ini dapat menyebabkan penggunanya menjadi bersikap agresif (sangat agresif bahkan) dan nantinya akan saling membunuh satu sama lain. 

Di suatu malam ditemukan sesosok mayat yang ternyata merupakan anak seorang pelatih rugbi ternama. Ali yang ditugaskan dalam kasus ini pun menginvestigasi dengan bantuan Brian serta Dan Fletcher (Conrad Kemp). Bukti-bukti yang ditemukan mengindikasikan kaitan erat antara kasus ini dengan narkoba terbaru, tik tadi. Mereka pun mulai memburu gembong narkoba yang bertanggungjawab terhadap penyebaran tik ke Afrika Selatan. Fakta yang didapatkan pun sungguh pedih karena ternyata sasaran utama narkoba ini ialah anak-anak kulit hitam dengan tujuan sebagai senjata pemusnah massal yang digagas oleh Professor Opperman.

Semakin dalam Ali terjerumus dalam kasus ini, semakin dalam pula masa lalu Ali terkuak. Politik Apartheid, kebencian kaum kulit hitam terhadap kulit putih di Afrika Selatan menjadi akar dibangunnya plot dalam film ini. Buat kalian yang demen nonton film sambil nungguin adegan esek2, di film ini ada bejibun tuh, maklum lah namanya juga film Prancis. Dan tambahan juga, film yang diadaptasi dari novel kriminal terbaik Prancis tahun 2008 ini juga dapet kehormatan jadi film penutup di festival film Cannes 2013. So, tunggu apalagi, keren banget pasti nih film, happy watching guys..